Cara
Menghitung Hambatan Jenis Suatu Penghantar
Kita mungkin menduga bahwa hambatan yang dimiliki kawat yang
tebal lebih kecil daripada kawat yang tipis, karena kawat yang lebih tebal
memiliki area yang lebih luas untuk aliran elektron. Kita tentunya juga
memperkirakan bahwa semakin panjang suatu penghantar, maka hambatannya juga
semakin besar, karena akan ada lebih banyak penghalang untuk aliran elektron.
Berdasarkan eksperimen, Ohm juga merumuskan bahwa hambatan R
kawat logam berbanding lurus dengan panjang l, berbanding terbalik dengan luas
penampang lintang kawat A, dan bergantung kepada jenis bahan tersebut. Secara
matematis dituliskan:
R = ρl/A
dengan:
R = hambatan kawat penghantar (Ω)
l = panjang kawat penghantar (m)
A = luas penampang lintang penghantar (m2)
ρ = hambatan jenis kawat penghantar (Ω.m)
Konstanta pembanding ρ disebut hambatan jenis (resistivitas).
Hambatan jenis kawat berbeda-beda tergantung bahannya.
Contoh Soal 1
Berapakah hambatan seutas kawat aluminium (hambatan jenis
2,65 × 10-8Ω .m) yang memiliki panjang 40 m dan diameter 4,2 mm?
Penyelesaian:
Diketahui:
ρ = 2,65 × 10-8 Ω .m
l = 40 m
d = 4,2 mm → r = 2,1 mm = 2,1 × 10-3 m
Ditanya: R = ... ?
Jawab:
Cari terlebih dahulu luas penampang (A) penghantar tersebut
dengan menggunakan rumus luas lingkaran, yakni:
L = πr2
L = (22/7) x (2,1 × 10-3 m) 2
L = 13,86 x 10-6 m2
L = 1,4 x 10-5 m2
Jadi besarnya hambatan dari penghantar tersebut dapat dicari
dengan menggunkan rumus:
R = ρl/A
R = 2,65 × 10-8 Ω .m x 40 m /1,4
x 10-5 m2
R = 7,6 x 10-2 Ω
Contoh Soal 2
Seutas kawat nikrom yang panjangnya 3 meter memiliki hambatan
20 ohm. Kawat nikrom kedua panjangnya sama, tetapi diamaternya ½ kali diameter
kawat pertama. Berapakah hambatan kawat yang kedua?
Penyelesaian:
Diketahui:
l1 = l2 = 3 m
d2 = ½ d1
R1 = 20 Ω
ρ1 = ρ2
Ditanya: R2 = ... ?
Jawab:
Karena diameter d2 = ½ d1 maka
jari-jari kawat tersebut juga sama yaitu r2 = ½ r1.
Cari terlebih dahulu luas penampang (A) kawat nikron yang kedua dengan
menggunakan rumus luas lingkaran, yakni:
L = πr2 maka
L1 = πr2
L2 = π(½ r1)2 => L2 =
¼ πr12 => L2 = ¼L1
Jadi, A2 = ¼A1
Hambatan jenis kedua dari penghantar tersebut dapat dicari
dengan menggunkan rumus:
R = ρl/A
ρl = R.A
Dalam hal ini panjang dan hambatan jenis kawat sama, oleh
karena itu:
(ρl)1 = (ρl)2
R1A1 = R2A2
20 Ω A1 = R2 x ¼A1
R2 = 4 x 20 Ω
R2 = 80 Ω
Cara
Mengukur/Pengukuran Kuat Arus Listrik
Nah, sebelumnya anda sudah mempelajari tentang konsep kuat
arus dan cara menghitung kuat arus jika besar muatan dan waktunya diketahui.
Itu merupakan cara mengetahui besarnya kuat arus secara tidak langsung. Lalu
bagaimana mengetahui besarnya kuat arus listrik secara langsung?
Untuk mengetahui besarnya kuat arus secara langsung dapat
digunakan alat yang namanya ampermeter. Ampermeter ini dapat dirakit dari alat
basic meter yang dipasang dengan Shunt. Dalam pemasangannya, ampermeter harus
dipasang secara seri dengan alat listrik yang akan diukur kuat arus listriknya.
Dalam suatu rangkaian, amperemeter dipasang secara seri. Maksudnya, terminal
positif amperemeter dihubungkan ke kutub negatif sumber arus. Adapun terminal
negatif amperemeter dihubungkan ke kutub positif sumber arus, perhatikan gambar
(a). Sedangkan untuk bagan rangkaiannya tampak seperti gambar (b)
Setelah anda pasang seperti rangkaian gambar (a), maka
langkah selanjutnya adalah membaca hasil pengukuran yang terlihat pada
ampermeter, dengan menggunkan rumus:
Keterangan:
I = Hasil pengukuran kuat arus
Imax = batas ukur maksimal
st = skala yang ditunjuk
smax = skala maksimum
Sebagai contoh perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal 1
Berapakah besarnya kuat arus yang mengalir pada suatu
rangkaian jika hasil pengukurannya seperti gambar di atas?
Penyelesaian:
Diketahui:
Imax = 1A
st = 12
smax = 50
Ditanyakan: I = ?
Jawab:
I = (12/50) x 1A = 0, 24 A
Contoh soal 2
Berapakah besarnya kuat arus yang mengalir pada suatu
rangkaian jika hasil pengukurannya seperti gambar di atas?
Penyelesaian:
Jawab:
Imax = 5A
st = 19
smax = 50
Ditanyakan: I = ?
I = (19/50)x 5A = = 1,9 A
Rangkaian
Seri Resistor/Hambatan
Rangkaian hambatan listrik sudah anda pelajari pada saat
duduk di bangku SMP. Rangkaian hambatan listrik ada tiga jenis yaitu: rangkaian
seri, rangkaian pararel, dan rangkaian campuran (gabungan antara
seri dan parael). Pada postingan kali ini, kembali saya bahas mengenai
rangkaian seri. Rangkaian seri juga disebut rangkaian berderet, hal ini
disebabkan karena posisi hambatannya dipasang secara bederet.
Bila dua atau lebih resistor/hambatan dihubungkan dari ujung
ke ujung, seperti gambar di bawah ini, dikatakan bahwa hambatan tersebut
dihubungkan secara seri, perhatikan gambar di bawah ini.
Selain resistor atau hambatan, alat-alat yang dirangkai
secara seri dapat berupa bohlam, elemen pemanas, atau alat penghambat lainnya.
Jika suatu rangkain dihubungkan dengan sebuah beda potensial maka pada rangkain
tersebut akan ada muatan yang mengalir. Sekarang kembali perhatikan gambar di
atas. Pada gambar di atas muatan listrik akan mengalir melalui bohlam 1 (R1)
juga akan melalui bolham 2 (R2) dan bolham 2 (R3). Dengan
demikian, arus I yang sama melewati setiap bolham (R). Jika V menyatakan
tegangan pada ketiga resistor, maka V sama dengan tegangan sumber (baterai). V1,
V2, dan V3 adalah beda potensial pada masing-masing
resistor R1, R2, dan R3.
Pada rangkaian seri akan berlaku juga hukum ohm, berdasarkan Hukum Ohm, V1=I.R1,
V2=I.R2, dan V3=I.R3. Karena
resistor-resistor tersebut dihubungkan secara seri, kekekalan energi menyatakan
bahwa tegangan total V sama dengan jumlah semua tegangan dari masing-masing
resistor.
V = V1 + V2 + V3 =
I.R1 + I.R2 + I.R3
Hambatan total pengganti susunan seri resistor (Rs)
yang terhubung dengan sumber tegangan (V ) dirumuskan:
V = I.Rs
Persamaan V = I.Rs
disubstitusikan ke persamaan V = I.R1 +
I.R2 + I.R3didapatkan:
Rs = R1 + R2 +
R3
Dari persamaan Rs = R1 +
R2 + R3, menunjukkan bahwa besar hambatan total
pengganti pada rangkaian seri sama dengan jumlah hambatan pada tiap resistor.
Contoh Soal 1
Tiga buah hambatan masing-masing sebesar 4 ohm, 3 ohm, dan 8
ohm, dirangkai secara seri. Jika dipasang tengangan 16 volt, hitunglah kuat
arus yang mengalir dan hitunglah beda potensialnya pada masing-masing hambatan!
Penyelesaian:
Diketahui:
R1 = 4 Ω
R3 = 8 Ω
R2 = 3 Ω
V = 12 A
Ditanya:
I = ... ? V1 = . . . ? V2 = .
. . ? V3 = . . . ?
Jawab:
Untuk mengerjakan soal ini terlebih dahulu cari hambatan
penggantinya, yaitu:
Rs = R1 + R2 +
R3
Rs = 4 Ω + 8 Ω + 3 Ω
Rs = 15 Ω
Kuat arus yang mengalir ditiap hambatan yang dirangkai seri
selalu sama, oleh karena itu besarnya kuat arus pada hambatan pengganti adalah:
I = V/Rs
I = 12 volt/15 Ω
I = 0,8 A
Tegangan yang melewati tiap-tiap hambatan yang dirangkai seri
besarnya berbeda-beda, tergantung besar hambatannya. Maka,
V1 = IR1
V1 = 0,8 A . 4 Ω
V1 = 3,2 Volt
V2 = IR2
V2 = 0,8 A . 8 Ω
V2 = 6,4 Volt
V3 = IR3
V3 = 0,8 A . 3 Ω
V3 = 2,4 Volt
Jadi, kuat arus yang mengalir pada rangkaian seri tersebut
adalah 0,8 A, sedangkan beda potensialnya pada masing-masing hambatan adalah
3,2 volt, 6,4 volt dan 2,4 volt.
Pengertian
dan Besar Kuat Arus Listrik
Arus listrik didefinisikan sebagai aliran muatan
listrik melalui sebuah konduktor dalam selang waktu tertentu. Dalam suatu
penghantar, muatan yang mengalir adalah elektron-elektron yang bergerak bebas.
Aliran arus listrik pada suatu penghantar hampir sama dengan aliran kalor pada
suatu benda. Di mana kalor mengalir dari benda yang bersuhu lebih tinggi ke
suhu benda yang lebi rendah. Aliran kalor akan berhenti jika suhu kedua benda
tersebut sama (kesetimbangan termal). Nah, dalam aliran arus listrik juga akan
berlaku hal yang sama, jika kedua titik memiliki beda potensial yang sama maka
aliran muatan listrik akan berhenti. Arus ini bergerak dari potensial tinggi ke
potensial rendah, dari kutub positif ke kutub negatif, dari anoda ke
katoda.
Arah arus listrik ini berlawanan arah dengan arus elektron.
Muatan listrik dapat berpindah apabila terjadi beda potensial. Beda potensial
dihasilkan oleh sumber listrik, misalnya baterai atau akumulator. Setiap sumber
listrik selalu mempunyai dua kutub, yaitu kutub positif (+) dan kutub negatif
(–). Apabila kutub-kutub baterai dihubungkan dengan jalur penghantar yang
kontinu, kita dapatkan rangkaian listrik tampak seperti pada Gambar (a),
diagram rangkaiannya tampak seperti pada Gambar (b).
Dalam hal ini, baterai (sumber beda potensial) digambarkan
dengan simbol:

Arus listrik yang mengalir pada kawat tersebut didefinisikan
sebagai jumlah total muatan yang melewatinya per satuan waktu pada suatu titik.
Maka arus listrik I dapat dirumuskan:
I = Q/Δt
Dengan Q adalah jumlah muatan yang melewati konduktor pada
suatu titik selama selang waktu Δt. Arus listrik diukur dalam coulomb per sekon
dan diberi nama khusus yaitu ampere yang diambil dari nama fisikawan Prancis
bernama Andre Marie Ampere (1775 - 1836). Satu ampere didefinisikan sebagai
satu coulomb per sekon (1 A = 1 C/s). Satuan-satuan terkecil yang sering
digunakan adalah miliampere (1 mA = 10-3 A) atau mikroampere (1μA = 10-6 A).
Alat untuk mengukur kuat arus listrik dinamakan amperemeter (disingkat
ammeter).
Contoh Soal tentang kuat arus listrik
Arus listrik sebesar 5 A mengalir melalui seutas kawat
penghantar selama 1,5 menit. Hitunglah banyaknya muatan listrik yang melalui
kawat tersebut!
Penyelesaian:
Diketahui:
I = 5 A
t = 1,5 menit = 90 sekon
Ditanya: Q = ... ?
Jawab:
Q = I.t = (5A) (90 s) = 450 C
Konduktor banyak mengandung elektron bebas. Berarti, bila
kawat penghantar dihubungkan ke kutub-kutub baterai, sebenarnya elektron
bermuatan negatiflah yang mengalir pada kawat. Ketika kawat penghantar pertama
kali dihubungkan, beda potensial antara kutub-kutub baterai mengakibatkan
adanya medan listrik di dalam kawat dan paralel terhadapnya. Dengan demikian,
elektron-elektron bebas pada satu ujung kawat tertarik ke kutub positif, dan
pada saat yang sama elektron-elektron meninggalkan kutub negatif baterai dan
memasuki kawat di ujung yang lain. Ada aliran elektron yang kontinu melalui
kawat yang terjadi ketika kawat terhubung ke kedua kutub. Sesuai dengan
ketentuan mengenai muatan positif dan negatif, dianggap muatan positif mengalir
pada satu arah yang tetap ekuivalen dengan muatan negatif yang mengalir ke arah
yang berlawanan. Ketika membicarakan arus yang mengalir pada rangkaian, yang
dimaksud adalah arah aliran muatan positif. Arah arus yang identik dengan arah
muatan positif ini yang disebut arus konvensional.
Rangkaian
dengan Dua Loop atau Lebih
Pada postingan sebelumnya sudah membahas mengenai
konsep Hukum II Kirchhoff pada rangkaian dengan satu loop.
Sedangkan pada postingan kali ini kembali membahas konsep Hukum II Kirchhoff,
tetapi dengan rangkaian yang lebih kompleks yaitu rangkaian dengan dua loop
atau lebih. Rangkaian yang memiliki dua loop atau lebih sering disebut juga
dengan rangkaian majemuk. Pada rangkaian dengan dua loop atau lebih dalam
menyelesaikan permasalahnnya memerlukan konsep Hukum I Kirchoff dan Hukum II Kirchhoff. Jadi untuk
menyelesaikan rangkaian majemuk ini anda kembali dituntut untuk menguasai
konsep Hukum I Kirchhoff. Untuk memudahkan mengerjakan soal-soal yang berkaitan
dengan rangkaian majemuk anda perlu mengikuti langkah-langkahnya. adapun
langkah-langkah dalam menyelesaikan rangkaian majemuk adalah sebagai berikut.
1.
Gambarlah
rangkaian majemuk tersebut.
2.
Tetapkanlah arah
kuat arus yang mengalir di setiap cabang
3.
Tulislah
persamaan-persamaan arus untuk di setiap titik cabang menggunakan Hukum I
Kirchhoff.
4.
Tetapkan loop
beserta arahnya pada setiap rangkaian tertutup.
5.
Tulislah
persamaan-persamaan untuk setiap loop menggunakan Hukum II Kirchhoff.
6.
Hitung
besaran-besaran yang dinyatakan dengan menggunakan persamaan-persamaan Hukum II
Kirchhoff.
Oke untuk memudahkan pemahaman anda mengenai langkah-langkah
tersebut silahkan anda pelajari contoh soal-soal berikut ini.
Contoh Soal Rangkaian dengan Dua Loop
Contoh Soal 1
Perhatikan rangkaian majemuk berikut ini!
Tentukan kuat arus yang mengalir dalam hambatan di 1Ω, 2,5Ω
dan 6Ω serta tentukan juga besarnya beda potensial antara titik A dan B.
Jawab:
Ini merupakan contoh soal yang penyelesaiannya menggunakan
konsep Hukum I Kirchhoff dan Hukum II Kirchhoff. Misalkan untuk loop I
(pertama) kita arahkan sesuai dengan arah putaran jarum jam sedangkan untuk
loop II (kedua) kita arahkan berlawanan dengan arah putaran jarum jam.
Berdasarkan hukum I Kirchhoff maka diperoleh,
I1 + I3 = I2
=> I1 = I2 - I3 . . . . .
(1)
Berdasarkan hukum II Kirchhoff, untuk loop I
maka diperoleh:
Ʃε + ƩIR = 0
-4 + (0,5+1+0,5)I1 + 6I2 = 0
-4 + 2I1 + 6I2 = 0
I1 + 3I2 = 2 . . . . . (2)
Berdasarkan hukum II Kirchhoff, untuk loop II
maka diperoleh:
Ʃε + ƩIR = 0
-2 + (2,5 +0,5)I3 + 6I2 = 0
-2 + 3I3 + 6I2 = 0
3I3 + 6I2 = 2 . . . . . . (3)
Dengan mensubstitusikan persamaan (1) ke persamaan (2) maka
akan diperoleh:
I1 + 3I2 = 2
- I3 + 4I2 = 2
I3 = 4I2 – 2 . . . .
(4)
Kemudian substitusikan persamaan (4) ke persamaan (3) maka
diperoleh:
3I3 + 6I2 = 2
3(4I2 – 2) + 6I2 = 2
12I2 – 6 + 6I2 = 2
18I2 = 8
I2 = 8/18
I2 = 4/9A
Dari persamaan (4) akan diperoleh:
I3 = 4I2 – 2
I3 = 4(4/9) – 2
I3 = 16/9 – 2
I3 = 16/9 – 18/9
I3 = – 2/9A
Dari persamaan (1) akan diperoleh:
I1 = I2 - I3
I1 = 4/9A – (– 2/9A)
I1 = 6/9A
Jadi, besarnya kuat arus yang mengalir dalam hambatan 1Ω
adalah 6/9A, yang mengalir di dalam hambatan 2,5Ω adalah 4/9A, dan yang
mengalir dihambatan 6Ω adalah sebesar 2/9A (tanda negatif menunjukan bahwa arah
arus berlawanan arah dengan arah loop)
Sekarang kita akan cari besarnya tegangan yang mengalir di AB
(VAB), yakni:
VAB =Ʃε + ƩIR
VAB =-4V+I1(0,5+1)Ω
VAB =-4V+(6/9A)(1,5Ω)
VAB =-4V+1V
VAB =-3V
Kita juga bisa mencarinya dengan jalan lain (jalur tidak ada
ε) yaitu:
VAB =Ʃε + ƩIR
VAB = I1(0,5Ω)+I2(6Ω)
VAB = (6/9A)(0,5Ω)+( 4/9A)(6Ω)
VAB = 3/9V+24/9V
VAB = 3V
Jadi, tegangan yang mengalir di AB sebesar 3 Volt.
Contoh Soal 2
Perhatikan gambar di bawah ini!
Hitunglah kuat arus pada masing-masing cabang dan hitung juga
beda potensial antara titik E dan F juga antara E dan C
Penyelesaian:
Misalkan untuk loop I (pertama) kita arahkan sesuai dengan
arah putaran jarum jam sedangkan untuk loop II (kedua) kita arahkan berlawanan
dengan arah putaran jarum jam.
Menurut Hukum I Kirchoff pada rangkaian tersebut akan berlaku:
I1 + I2 = I3 =>
I1 = I3 - I2 . . . . . . (1)
Berdasarkan hukum II Kirchhoff, untuk loop I
(AEFDA) maka diperoleh:
Σε + ΣIR = 0
– ε1 + I1 (R1 +
r1) + I3R3 = 0
– 6 + 3 I1 + 3I3 = 0
3I1 + 3I3 = 6
I1 + I3 = 2 . . . . . . . (2)
Berdasarkan hukum II Kirchhoff, untuk loop II
(BEFCB) maka diperoleh:
ΣE + ΣIR = 0
– ε2 + I2 (R2 +
r2) + i3R3 = 0
– 6 + 6I2 + 3I3 = 0
6I2 + 3I3 = 6
2I2 + I3 = 2 . . . . . . .
(3)
Dengan mensubstitusikan persamaaan (1) ke persamaan (2) maka
diperoleh:
I1 + I3 = 2
I3 - I2 + I3 =
2
2I3 - I2 = 2 => I2 =
2I3 – 2 . . . . . . (4)
Dengan mensubstitusikan persamaaan (4) ke persamaan (3) maka
diperoleh:
2I2 + I3 = 2
2(2I3 – 2) + I3 = 2
4I3 – 4 + I3 = 2
5I3 = 6
I3 = 6/5 A = 1,2 A
Dengan menggunkan persamaan (3) maka:
2I2 + 1,2 = 2
2I2 = 2 - 1,2
2I2 = 0,8
I2 = 0,8/2
I2 = 0,4 A
Dengan menggunkan persamaan (1) maka diperoleh:
I1 = I3 - I2
I1 = 1,2 – 0,4
I1 = 0,8 A
Jadi besarnya kuat arus yang mengalir di I1 adalah
0,8 A, I2 adalah 0,4 A dan I3 sebesar 1,2 A
Sekarang kita dapat mencari besarnya tegangan di EF (VEF),
yaitu:
VEF =Σε+ΣIR
VEF = 0 + I3r3 =
1,2 x 3 = 3,6 volt
Sekarang kita dapat mencari besarnya tegangan di EC (VEC),
yaitu:
VEC = Σε + ΣIR
VEC = ε2 - I2(R2 +
r2)
VEC = 6 -0,4 (6)
VEC = 6 - 2,4
VEC = 3,6 volt
Demikian postingan Mafia Online tentang rangkaian listrik
dengan dua loop atau lebih.
Hukum
II Kirchoff dengan Satu Loop
Pada postingan sebelumnya Mafia Online sudah membahas
mengenai konsep Hukum I Kirchhoff, yang menjelaskan tentang arus yang
mengalir pada rangkaian yang bercabang. Sedangkan pada postingan ini akan
membahas mengenai konsep Hukum II Kirchhoff, yang akan membahas mengenai
rangkaian tertutup (loop).
Hukum II Kirchhoff atau disebut juga dengan istilah
aturan loop yang didasarkan pada hukum kekekalan energi. Di
mana energi pada suatu rangkaian tertutup adalah kekal. Walaupun Hukum I Kirchhoff
dengan Hukum II Kirchhoff berbeda, tetapi pada saat menyelesaikan masalah
rangkaian dengan dua loop atau lebih selain menggunkan Hukum II Kirchhoff juga
akan berlaku Hukum I Kirchhoff. Hukum II Kirchhoff menyatakan bahwa jumlah
aljabar perubahan tegangan yang mengelilingi suatu rangkaian tertutup (loop)
sama dengan nol. Secara matematis pernyataan tersebut dapat ditulis sebagai
berikut.
Sekarang coba perhatikan gambar di atas! Gaya gerak listrik
(ggl) ε dari sumber tegangan menyebabkan arus listrik mengalir
sepanjang loop. Arus listrik di dalam loop mendapat
hambatan sehingga mengalami penurunan tegangan. Persamaan tersebut dapat
ditulis sebagai berikut.
Untuk memudahkan pemahaman anda mengenai hukum II kirchhoff,
maka materi ini akan Mafia Online bagi menjadi dua bagian yaitu rangkaian
dengan satu loop dan rangkaian dengan dua loop atau
lebih. Sebelum mempelajari lebih jauh mengenai rangkaian tertutup (loop)
sebaiknya anda mengetahui terlebih dahulu aturan-aturan (perjanjian)
dalam looptersebut, yaitu:
a) jika arah arus searah dengan arah loop, maka i bertanda
positif
b) jika arah loop bertemu dengan kutub positif sumber
tegangan, maka ε bertanda positif.
Rangkaian dengan satu loop
Gambar di atas merupakan salah satu contoh rangkaian dengan
satu loop. Sekarang coba anda perhatikan gambar rangkaian tersebut! Pada
rangkaian tersebut, arus yang mengalir adalah sama, yaitu I. Misalkan anda
mengambil arah loop searah dengan arah I, yaitu a-b-c-d-a. Selanjutnya, kuat
arus I dapat dihitung dengan Hukum II kirchhoff berikut.
Ʃε + ƩIR = 0
Dengan mengikuti aturan loop pada gambar satu loop di atas
akan berlaku:
- ε1 + ε2 + I (r1 +
r2 + R) = 0
Contoh Soal Rangkaian dengan Satu Loop
Perhatikan gambar di bawah ini!
Hitunglah kuat arus yang mengalir pada rangkaian dan hitung
juga tegangan yang mengalir pada BD (VBD)!
Jawab:
Berdasarkan Hukum II Kirchhoff, di dalam rangkaian tertutup
tersebut berlaku: Ʃε +ƩIR = 0. Untuk memudahkan pengerjaan soal kita cari
terlebih dahulu nilai dari Ʃε, yaitu:
Ʃε = –ε1–ε2–ε3+ε4
Ʃε = –36V – 16V – 20V + 12V
Ʃε = –60V
Selanjutnya kita akan cari nilai dari ƩIR, yakni:
ƩIR = IR1+Ir1+IR2+Ir2+IR3+Ir3+IR4+Ir4+IR5
ƩIR = I(R1+ r1+R2+r2+R3+r3+R4+r4+R5)
ƩIR = I(6+2+6+0,5+5+0,8+6+0,7+3)Ω
ƩIR = I(30)Ω
Sekarang kembali menggunakan persamaan Hukum II Kirchhoff
yakni:
Ʃε + ƩIR = 0
–60V + I(30)Ω = 0
I(30)Ω = 60V
I = 60V/30Ω
I = 2A
Jadi besarnya arus yang mengalir pada loop tersebut adalah
2A.
Sekarang kita akan cari besarnya tegangan yang mengalir di BD
(VBD). Anda dapat menghitung VBDdengan menggunakan
lintasan BAD atau BCD. Untuk membuktikan apakah kedua jalur tersebut memiliki
tegangan yang sama kita gunakan kedua jalur tersebut.
Untuk jalur BAD, yakni:
VBD =Ʃε + ƩIR
VBD =16V+36V+I(0,5+6+2+3)Ω
VBD =52V+I(11,5)Ω
VBD =52V+(-2A)(11,5Ω)
VBD =52V-23V
VBD =29V
Sedangkan untuk jalur BCD, yakni:
VBD =Ʃε + ƩIR
VBD = -20V+12V+I(6+0,8+5+0,7+6)Ω
VBD = -8V+I(18,5)Ω
VBD = -8V+(2A)(18,5Ω)
VBD =-8V+37V
VBD =29V
Jadi, tegangan yang mengalir di BD sebesar 29 Volt.
Oke demikian postingan mafia Online tentang hukum II
Kirchhoff yang membahas rangkaian dengan satu loop. Untuk rangkaian dengan dua
loop atau lebih silahkan baca postingan berikutnya.
Energi
dan Daya Listrik Beserta Contoh Soal dan Pembahasannya
Pada waktu Anda duduk di bangku SMP sudah mempelajari tentang
konsep energi listrik serta rumus-rumusnya. Kali ini kita mantapkan lagi pemahaman
Anda mengenai konsep energi listrik serta penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari. Membahas konsep energi listrik anda tidak akan bisa lepas dengan
konsep arus listrik, tegangan dan hambatan.
Kita telah ketahui bahwa arus listrik tersebut mengalir dari
potensial yang lebih tinggi ke potensial yang lebih rendah. Selain itu,
elektron sebagai pembawa muatan listrik membutuhkan energi untuk berpindah.
Energi yang diperlukan elektron untuk berpindah adalah energi potensial. Energi
potensial merupakan hasil perkalian dari muatan dengan potensial listriknya,
yang dapat ditulis dengan persamaan:
Ep = qV
Jadi, energi listrik adalah kemampuan arus listrik untuk
melakukan usaha atau usaha untuk memindahkan muatan listrik tersebut. Besarnya
energi litrik (W) dapat diturunkan dari persamaan energi potensial muatan
yaitu Ep = qV.
W = Ep2 – Ep1
W = qV 2 – qV 1
W = q(V 2 – V 1)
Dalam hal ini V = V 2 – V 1,
maka
W = qV
Kita sudah ketahui bahwa kuat arus merupakan banyaknya muatan
yang mengalir per satuan waktu atau I = q/t atau q = It (silahkan baca KUAT ARUS LITRIK....) maka
W = VIt (ingat: Energi itu bisa membuat tubuh anda menjadi
VIt)
Sebelumnya Anda sudah mempelajari konsep hukum Ohm (silahkan
baca HUKUM OHM . . . ). Di mana hukum Ohm kita akan mengenal persamaan V = IR
atau I = V/R. Dengan persamaan tersebut kita akan temukan penurunan rumus
energi dalam bentuk persamaan lain, yaitu
W = VIt
W = IRIt (Ingat: energi listrik harus di IRIt)
atau
W = V2t/R
keterangan:
W = Energi listrik (J)
V = Tegangan listrik (V)
I = kuat arus listrik (A)
R = hambatan listrik (Ω)
t = waktu (s)
Energi Kalor (Q)
Pada postingan sebelumnya Mafia Online sudah membahas tentang
hukum kekekalan energi. Di mana energi tersebut tidak bisa diciptakan maupun
dimusnahkan tetapi berubah bentuk menjadi bentuk energi yang lain. Berdasarkan
hukum kekekalan tersebut dapat kita ketahui bahwa energi listrik dapat berubah
bentuk menjadi energi kalor. Contoh dalam kehidupan sehari-hari yang
memanfaatkan energi listrik untuk diubah menjadi energi kalor seperti rice
cooker, dipenser, setrika, dan teko listrik.
Energi listrik yang dihasilkan oleh alat pemanas listrik
tersebut selama selang waktu t sekon, yaitu W = VIt. Kemudian energi tersebut
oleh pemanas listrik diubah menjadi energi kalor sebesar Q = mcΔT. Secara matematis perubahan energi listrik (W)
berubah menjadi energi kalor (Q) dapat dituliskan dengan persamaan berikut ini.
W = Q
VIt = mcΔT
dimana:
W = energi listrik (J)
Q = energi kalor (J)
V = tegangan listrik (V)
I = arus listrik (A)
t = selang waktu (s)
m = masa air (kg)
c = kalor jenis air (J/kg°C)
ΔT = perubahan suhu (°C)
Ingat: persamaan VIt = mcΔT akan berlaku jika terjadi perubahan wujud dari
cair ke gas atau dari padat ke cair.
Daya Listrik
Daya listrik adalah energi listrik tiap detik. Secara
matematis dapat dituliskan dengan persamaan:
P = W/t
dimana:
P = daya listrik (watt)
W = energi listrik (J)
t = selang waktu (s)
Satuan untuk daya listrik adalah J/s atau watt. Satuan yang
lain yaitu Kilo Watt (kW) dan Mega Watt (MW).
1 kW = 1.000 W
1 MW = 1.000.000 W
Satuan untuk energi listrik (W) selain joule adalah watt
sekon (Ws), watt jam (Wh), kilo watt jam (kWh).
1 Ws = 1 Joule
1 Wh = 3.600 Joule
1 kWh = 1.000 Wh
1 kWh = 3.600.000 Joule
Contoh Soal 1
Kuat arus listrik 100 mA mengalir melalui suatu kawat
penghantar. Berapakah besar muatan listrik yang mengalir melalui penghantar
tersebut selama 20 menit?
Penyelesaian:
Diketahui:
I = 100mA = 0,1 A
t = 20 menit = 1.600 s
ditanyakan:
q = ?
Jawab:
I = q/t => q = It
q = 0,1 A. 1.600 s
q = 160 C
Contoh Soal 2
Kompor listrik yang bertuliskan 500 W, 220 V digunakan untuk
memanaskan 300 gram air dari 10°C sampai 90°C. Jika kalor jenis air = 1
kal/gr°C, maka berapa lama waktu yang diperlukan?
Penyelesaian:
P = 500 W
V = 220 V
m = 300 gr = 0,3 kg
T1 = 20°C
T2 = 100°C
c = 1 kal/gr°C = 4.200 J/kg°C
Ditanyakan:
t = ?
Jawab:
besarnya energi listrik yang diubah menjadi energi kalor
adalah sama. Oleh karena itu,
W = Q
P.t = mcΔT
P.t = mc(T2 –T1)
500.t = 0,3 . 4.200 . (90 -10)
500t = 100.800
t = 201,6 s = 3,36 menit
Jadi waktu yang diperlukan untuk memanaskan air tersebut
adalah 3,36 menit
Soal Tantangan
Sebuah alat ukur kuat arus listrik yang berhambatan 500 Ω
hanya dapat
dilalui arus 0,1 A. Agar alat tersebut dapat dilalui arus
sebesar 0,6 A, berapakah besar hambatan yang harus dipasang paralel dengan alat
tersebut?
Rangkaian
Pararel Resistor/Hambatan
Sama seperti pada rangkaian seri, rangkaian pararel pada resistor sudah anda
pelajari pada waktu SMP. Pada postingan kali ini kembali Mafia Online membahas
materi tentang rangkaian pararel pada resistor. Hanya saja pada postingan ini
lebih pada contoh soal. Tetapi untuk mengingat kembali materi waktu SMP maka
Mafia Online kembali memamaparkan sedikit teorinya.
Rangkaian paralel juga disebut rangkaian berjajar, karena
hambatan yang dipasang diletakan dalam posisi sejajar, silahkan lihat gambar
pemasangan bolham di bawah ini. Pada rangkaian paralel resistor, arus dari
sumber terbagi menjadi cabang-cabang yang terpisah tampak seperti pada gambar
di bawah ini.
Perhatikan kemblai gambar di atas, jika kita memutuskan arus
di bolham 1 (R1), maka arus yang mengalir pada bolham 2 (R2) dan bolham 3 (R3)
tidak terputus. Tetapi pada rangkaian seri, jika salah satu bolham
terputus arusnya, maka arus ke bolham yang lain akan berhenti juga.
Pada rangkaian paralel, arus total yang berasal dari sumber
(baterai) terbagi menjadi tiga cabang (perhatikan gambar di atas). Arus yang
keluar dimisalkan I1, I2, dan I3 berturut-turut sebagai arus yang melalui
resistor R1, R2, dan R3. Selain akan berlaku Hukum Ohm, pada rangkaian pararel akan berlaku juga Hukum Kirchof Pertama (I). Di mana arus yang masuk ke dalam
titik cabang harus sama dengan arus yang keluar dari titik cabang, sehingga
diperoleh:
I = I1 + I2 + I3
Ketika rangkaian paralel tersebut terhubung dengan sumber
tegangan V, masing-masing mengalami tegangan yang sama yaitu V. Berarti
tegangan penuh baterai diberikan ke setiap resistor, sehingga:
I1 = V/R1
I2 = V/R2
I3 = V/R3
Hambatan penganti rangkaian paralel (RP) akan
menarik arus (I ) dari sumber yang besarnya sama dengan arus total ketiga
hambatan paralel tersebut. Arus yang mengalir pada hambatan pengganti harus
memenuhi:
I = V/Rp
Dengan mensubstitusi persamaan I1 =
V/R1, I2 = V/R2, I3 = V/R3 dan
Ip = V/Rp ke dalam persamaan Ip =
I1 + I2 + I3, akan diperoleh:
I = I1 + I2 + I3
V/Rp = V/R1 + V/R2 +
V/R3
Karena tegangan disetiap hambatan besarnya sama maka kita
bagi setiap ruas dengan V, didapatkan nilai hambatan pengganti (RP) rangkaian
paralel:
1/Rp = 1/R1 + 1/R2 +
1/R3
Update: Jika terdapat rangkaian hambatan yang sulit, gunakan
cara segitiga hambatan, seperti gambar berikut ini.
Gambar di atas ini merupakan contoh rangkaian resistor yang
sulit dikerjakan jika menggunkan rumus pengganti pararel maupun seri. Antara
R1, R3 dan R4 dikenal dengan istilah rangkaian segitiga resistor. Ada cara khusus
untuk mengerjakan soal seperti ini, yaitu dengan seolah-olah menambahkan
resisitor pengganti Rx, Ry dan Rz, seperti gambar di bawah ini.
Jika digambarkan ke dalam bentuk segitiga maka R1, R3 dan R4
akan tampak seperti gambar di bawah ini.
Adapun rumus atau persamaan untuk resistor pengganti pada
segitiga resistor adalah sebagai berikut.
Bentuk rangkaian segitiga resistor hampir mirip dengan
rangkaian jembatan wheatstone, seperti gambar berikut ini.
Untuk contoh soal silahkan anda lihat pada postingan mafia
online berikutnya.
Contoh Soal 1
Perhatikan gambar di bawah ini! Dari gambar tersebut
diketahui:
I = 9 A
R1 = 5 Ω
R2 = 2 Ω
R3 = 3 Ω
Tentukan beda potensial yang dihubungkan pada rangkaian
tersebut dan hitung kuat arus yang mengalir pada masing-masing resistor!
Penyelesaian:
Diketahui:
R1 = 3 Ω
R2 = 4 Ω
R3 = 6 Ω
I = 9 A
Ditanya:
V = ... ? I1 = . . . ? I2 = .
. . ? I3 = . . . ?
Jawab:
Untuk mengerjakan soal ini terlebih dahulu cari hambatan
penggantinya, yaitu:
1/Rp = 1/R1 + 1/R2 +1/
R3
1/Rp = 1/3 Ω + 1/4 Ω + 1/6 Ω
1/Rp = 4/12 Ω + 3/12 Ω + 2/12 Ω
1/Rp = 9/12 Ω
Rp = 12 Ω /9
Besarnya tegangan ditiap hambatan yang dirangkai pararel
selalu sama, oleh karena itu besarnya tegangan pada hambatan pengganti adalah:
V = I.Rs
V = 9 A. 12 Ω /9
V = 12 volt
Besarnya arus yang melewati tiap-tiap hambatan yang dirangkai
pararel besarnya berbeda-beda, tergantung besar hambatannya. Maka,
I1 = V/R1
I1 = 12 V/3 Ω
I1 = 4 A
I2 = V/R2
I2 = 12 V/4 Ω
I2 = 3 A
I3 = V/R3
I3 = 12 V/6 Ω
I3 = 2 A
Jadi, besarnya tegangan pada rangkaian pararel tersebut
adalah 12 V, sedangkan kuat arus pada masing-masing hambatan adalah 4 A, 3 A
dan 2 A.
Jembatan
Wheatstone dan Contoh Soal Serta Pembahasan
Pada rangkaian jembatan wheatstone pada Rn diganti
dengan Galvanometer (G), seperti gambar di bawah ini. Jembatan wheatstone
merupakan sebuah metode yang digunkan untuk mengukur hambatan yang belum
diketahui. Jembatan Wheatstone juga bisa digunakan untuk mengkoreksi kesalahan
yang dapat terjadi dalam pengukuran hambatan menggunakanhukum Ohm. Adapun susunan rangkaian jembatan Wheatstone
ditunjukan seperti gambar berikut ini.
Pada saat jarum galvanometer menunjukkan angka nol, ini
menunjukan pada galvanometer tidak ada arus yang mengalir. Akibatnya pada
keadaan ini tegangan di R1 sama dengan tegangan di R4 dan tegangan di R2 sama
dengan di R3 sehingga jika G = 0, akan berlaku:
R1 x R3 = R2 x R4
Persamaan R1 x R3 = R2 x R4 dikenal dengan prinsip jembatan
Wheatstone. Bentuk sederhana dari jembatan wheatstone ditunjukan seperti gambar
berikut ini.
Ketika saklar S dihubungkan, arus listrik akan mengalir
melalui susunan rangkaian, sedangkan jarum Galvanometer menyimpang ke kiri atau
ke kanan. Jembatan dalam keadaan seimbang akan diperoleh dengan menggeser-geser
kontak sepanjang kawat l. Pada keadaan setimbang, jarum
Galvanometer akan menunjukan angka nol, sehingga diperoleh persamaan:
Rxl1 = Rl2
Rx = Rl2/l1
Rx adalah hambatan yang akan diukur besarnya,
sedangkan R merupakan hambatan yang sudah diketahui besarnya. Panjang kawat l1 dan
l2 dapat terbaca melalui skala panjang pada kawat tersebut.
Kenapa untuk mencari jembatan dalam keadaan seimbang harus menggeser-geser
kontak sepanjang kawat l?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut Anda kembali lagi ke
konsep hambatan jenis suatupenghantar. Masih ingatkah anda dengan
konsep tersebut? Kalau lupa ya silahkan anda baca-baca kembali konsep tersebut.
Rumus Rxl1 = Rl2 erat
kaitannya dengan rumus R1 x R3 = R2 x R4 dan rumus R = ρl/A (konsep hambatan
jenis suatu penghantar).
Contoh Soal Tentang Jembatan Wheatstone
Perhatikan gambar di atas! Panjang kawat AC 80 cm dengan R =
120 Ω. Jarum galvanmeter menunjukan angka nol pada saat kontak dengan D yang
panjangnya 60 cm dari A. Tentukan besarnya Rx?
Penyelesaian:
Diketahui:
R = 120 Ω
l1 = 60 cm
l2 = 80 cm-60 cm = 20 cm
Ditanyakan: Rx = ?
Jawab:
Rxl1 = Rl2
Rx = Rl2/l1
Rx = 120 Ω . 20 cm /60 cm
Rx = 40 Ω
Jadi besarnya hambatan Rx adalah 40 Ω.
Sumber
Tegangan GGL Dirangkai Secara Seri
Pada postingan sebelumnya sudah membahas mengenai
pengertian gaya gerak listrik (ggl) dan tegangan jepit. Dalam postingan
tersebut juga sudah dijelaskan perbedaan antara gaya gerak listrik (ggl) dan
tegangan jepit. Pada postingan kali ini Mafia Online akan membahas mengenai
sumber tegangan ggl yang di pasang secara seri dan pararel. Untuk sumber
tegangan ggl yang dipasang secara seri maupun pararel sudah dibahas atau sudah
anda pelajari pada waktu duduk di sekolah menengah pertama. Nah pada postingan
ini kembali membahasanya. Hanya saja kali ini fokus membahas mengenai sumber
teganagn ggl yang dipasang secara seri. Sedangkan untuk pembahasan secara
pararel akan dibahas pada psotingan berikutnya.
Tujuan sumber tegangan ggl (misalnya baterai) yang dipasang seri
adalah untuk mendapatkan sumber tegangan yang lebih besar dari setiap sumber
tegangan. Misalnya sebuah baterai memiliki sumber tegangan 1,5 volt, agar
menghasilkan tegangan yang besarnya 3,0 volt maka harus ditambahkan dengan
sebuah baterai yang dipasang secara seri. Jadi, apabila dua atau lebih sumber
ggl disusun seri, ternyata tegangan total merupakan jumlah aljabar dari
tegangan masing-masing sumber ggl.
Apabila terdapat n buah sumber tegangan (ggl) dirangkai
secara seri, maka sumber tegangan pengganti akan memiliki ggl sebesar:
εs = ε1 + ε2 +
...+εn
Seperti yang sudah dijelaskan pada postingan sebelumnya
bahawa pada sumber tegangan ggl memiliki hambatan yang disebut dengan istilah
hambatan dalam. Karena sumber tegangan ggl tersebut dipasang secara seri, maka
hambatan dalamnya juga akan terangkai secara seri. Sementara itu, hambatan
dalam penggantinya adalah:
rs = r1 + r2 +
... + rn
Untuk n buah sumber tegangan sejenis (besarnya tegangan dan
hambatan dalam sama) yang memiliki ggl ε dan hambatan dalam r, bila dirangkai
secara seri akan memiliki ggl pengganti dan hambatan dalam pengganti seri
masing-masing:
εs = n . ε
rs = n . r
Dengan demikian, nilai kuat arus yang mengalir melewati
hambatan (resistor R) adalah:
I = arus yang mengalir (A)
εs = ggl pengganti seri dari sumber yang
sejenis (V)
R = hambatan resistor (Ω)
rs = hambatan dalam pengganti seri (Ω)
n = jumlah sumber ggl yang sejenis
ε = ggl sumber/baterai (V)
r = hambatan dalam baterai (Ω)
Contoh Soal Tentang Sumber Tegangan Dirangkai Seri
Contoh Soal 1
Empat buah baterai yang masing-masing ber-GGL 1,5 V dan
berhambatan dalam 1 Ω dirangkai dan dihubungkan dengan sebuah lampu yang
berhambatan 10 Ω. Berapa kuat arus listrik yang mengalir melalui rangkaian jika
baterai itu dirangkai secara seri.
Penyelesaian:
Diketahui:
n = 4
r = 1 Ω
ε = 1,5 V
R = 10 Ω
Ditanya:
I jika rangkaian baterai seri= ?
Jawab:
I = nε/(R+nr)
I = 4 . 1,5 V/(10 Ω + 4. 1 Ω)
I = 6 V/14 Ω
I = 0,429 A
Contoh Soal 2
Empat buah resistor masing-masing dengan hambatan 2Ω, 3Ω, 4Ω,
dan 5Ω disusun seri. Rangkaian tersebut dihubungkan sumber tegangan dengan ggl
18 V dan hambatan dalam 1,5 ohm. Hitunglah kuat arusnya!
Penyelesaian:
Diketahui:
R1 = 2 Ω
R3= 4 Ω
R2 = 3 Ω
R4= 5 Ω
r = 1,5 Ω
ε = 18 V
Ditanya: I = ... ?
Jawab:
Rs = R1 + R2 +
R3 +R4
Rs = (2 + 3 + 4 + 5) Ω
Rs = 14 Ω
I = ε/(Rs+r)
I = 18 V/(14 Ω + 1,5 Ω)
I = 1,2 A
Sumber
Tegangan GGL Dirangkai Secara Paralel
Masih ingatkah anda dengan konsep hambatan/resistor
yang dirangkai secara paralel? Bagaiamana tegangannya pada masing-masing
resistor? Kalau anda belum ingat silahkan baca-baca lagi konsep tersebut.
Konsep rangkaian pada hambatan yang dirangkai secara paralel hampir sama dengan
konsep sumber tegangan yang dirangkai secara paralel. Pada hambatan yang
dirangkai secara paralel setiap titik di hambatan tersebut besar tegangannya
akan sama dengan sumber tegangan. Bagaimana kalau sumber tegangan yang
dirangkai secara paralel?
Jika n buah sumber tegangan sejenis yang memiliki ggl ε dan
hambatan dalam r, bila dirangkai secara paralel akan memiliki ggl pengganti dan
hambatan dalam pengganti paralel masing-masing:
εp = ε
rp = r/n
Dengan demikian, nilai kuat arus yang mengalir melewati
hambatan (resistor R) adalah:
dengan:
I = arus yang mengalir (A)
εp = ggl pengganti paralel (V)
R = hambatan resistor (Ω)
rp = hambatan dalam pengganti paralel (Ω)
n = jumlah sumber ggl yang sejenis
ε = ggl sumber/baterai (V)
r = hambatan dalam baterai (Ω)
Contoh Soal Tentang ggl Dirangkai Paralel
Contoh Soal 1
Dua buah baterai disusun secara paralel seperti gambar di
bawah ini.
Jika setiap baterai memiliki ggl 1,5 volt dan hambatan
dalamnya sebesar 2 Ω, kemudian ujung-ujung rangkaiannya dihubungkan dengan
lampu pijar yang memiliki hambatan yang besarnya 4 Ω, tentukan besarnya kuat
arus yang mengalir melalui lampu pijar dan besarnya tegangan jepit setiap
baterai!
Penyelesaian:
Diketahui:
n = 2
r = 2 Ω
ε = 1,5 V
R = 4 Ω
Ditanyakan:
I dan Vjepit =?
Jawab:
I = ε/(R+rp)
I = ε/(R+(r/n))
I = 1,5 V/(4 Ω +(2 Ω /2))
I = 1,5 V/5 Ω
I = 0,3 A
Dalam hal ini arus yang mengalir pada rangkaian akan terbagi
menjadi dua sesuai dengan konsep hukum kirchoof I, yaitu I1 = I2 =
½ I = 0,15 A, maka tegangan jepitnya:
Vjepit = ε – Ir
Vjepit = 1,5 V – 0,15 A. 2 Ω
Vjepit = 1,5 V – 0,3 V
Vjepit = 1,2 V
Contoh Soal 2
Empat buah baterai yang masing-masing memiliki ggl 1,5 V dan
berhambatan dalam 1 Ω dirangkai dan dihubungkan dengan sebuah lampu yang
berhambatan 10 Ω. Berapa kuat arus listrik yang mengalir melalui rangkaian jika
baterai itu dirangkai secara paralel?
Penyelesaian:
Diketahui:
n = 4
r = 1 Ω
ε = 1,5 V
R = 10 Ω
Ditanya:
I jika rangkaian baterai paralel = ?
Jawab:
I = ε/(R+rp)
I = ε/(R+(r/n))
I = 1,5 V/(10 Ω +(2 Ω /4))
I = 1,5 V/10,5 Ω
I = 0,14 A
Hubungan
Kuat Arus, Beda Potensial dan Hambatan Listrik
Dalam arus listrik terdapat hambatan listrik yang
menentukan besar kecilnya arus listrik. Semakin besar hambatan listrik, semakin
kecil kuat arusnya, dan sebaliknya. George Simon Ohm (1787-1854), melalui
eksperimennya menyimpulkan bahwa arus I pada kawat penghantar sebanding dengan
beda potensial V yang diberikan ke ujung-ujung kawat penghantar tersebut:
I ~ V. Misalnya, jika kita menghubungkan
kawat penghantar ke kutub-kutub baterai 3 Volt, maka aliran arus akan menjadi
dua kali lipat jika dihubungkan ke baterai 6 Volt.
Besarnya arus yang mengalir pada kawat penghantar tidak hanya
bergantung pada tegangan, tetapi juga pada hambatan yang dimiliki kawat
terhadap aliran elektron. Kuat arus listrik berbanding terbalik dengan
hambatan: I ~ 1/R. Ini maksudnya semakin besar hambatan
suatu penghantar maka kuat arus yang mengalir semakin kecil, begitu juga
sebaliknya semakin kecil hambatan suatu rangkaian maka kuat arus yang mengalir
pada rangkaian itu semakin besar. Misalnya, jika suatu rangkaian dipasang
hambatan 6 ohm (Ω), maka aliran arus akan menjadi dua kali lipat jika dipasang
hambatan yang besarnya 6 ohm (Ω).
Aliran elektron pada kawat penghantar diperlambat karena
adanya interaksi dengan atom-atom kawat. Makin besar hambatan ini, makin kecil
arus untuk suatu tegangan V. Dengan demikian, arus I yang mengalir berbanding
lurus dengan beda potensial antara ujung-ujung penghantar dan berbanding
terbalik dengan hambatannya. Pernyataan ini dikenal dengan Hukum Ohm, dan dinyatakan
dengan persamaan:
I = V/R
Dengan R adalah hambatan kawat atau suatu alat lainnya, V
adalah beda potensial antara kedua ujung penghantar, dan I adalah arus yang
mengalir. Hubungan ini sering dituliskan:
V = I . R
Dalam satuan internasional (SI), hambatan dinyatakan dalam
satuan volt per ampere (V/A) atau ohm (Ω). Grafik hubungan antara arus I dan
beda potensial V, serta kuat arus I dan hambatan listrik R, ditunjukkan seperti
pada gambar berikut.
Implikasi Hukum Ohm Dalam Diri
Apa implikasi dan makna yang Anda peroleh dari hukum ohm
tersebut? Tidak hanya pada rangkaian listrik saja terjadi hukum ohm, di dalam
diri kita juga akan berlaku hukum ohm. Misalkan untuk menghasilkan sesuatu yang
besar dalam belajar (sukses) maka anda harus menggurangi hambatan-hambatan
yang ada di dalam diri. Hambatan yang terbesar yang ada dalam diri kita
adalah rasa malas (zona nyaman). Rasa malas ini kalau dikaitkan
dengan teori fisika yaitu Hukum Pertama Newton(Hukum Kelembaman).
Rasa malas itulah yang anda harus kurangi (kalau bisa dihilangkan) jika anda
ingin sukses dalam belajar (“menghasilkan sesuatu yang besar”). Apakah
hanya menghilangkan rasa malas saja kita bisa menjadi sukses?
Tidak hanya menghilangkan rasa malas saja orang bisa menjadi
sukses. Selain mengurangi rasa malas, Anda juga harus mampu meningkatkan beda
potensial yang ada dalam diri. Beda potensial yang dimaksud adalah potensi yang
anda miliki. Ingat setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda. Jadi
bangkitkan dan kembangkan potensi yang anda miliki. Jika anda tidak
membangkitkan dan mengembangkan potensi yang anda miliki maka lama-kelamaan
potensi yang anda milki akan menjadi nol. Layaknya sebuah baterai, jika tidak
pernah di isi maka lama-kelamaan baterai itu tidak akan berguna lagi jika digunakan
terus menerus. Agar bisa dipakai, maka baterai tersebut harus ditambah beda
potensialnya. Begitu juga yang ada dalam diri kita. Bagaimana cara
membangkitkan dan mengembangkan potensi dalam diri kita?
Sebelum mengembangkan potensi, terlebih dahulu anda harus
mengetahui potensi apa yang anda miliki. Setelah tahu potensi yang anda miliki
maka anda harus mengasah potensi diri anda secara disiplin. Jadi untuk mencapai
kesuksesan anda harus menghilangkan hambatan yang ada dalam diri (rasa
malas/lembam) dan mengembangkan potensi diri (beda potensial).
Itulah implikasi dari hukum ohm yang ada dalam diri kita.
Sekarang coba anda pelajari dan camkan contoh soal-soal berikut ini. Jika anda
memiliki masalah mengenai hukum ohm silahkan tanyakan melalui kolom komentar di
bawah.
Contoh Soal 1
Sebuah pemanas listrik memiliki beda potensial 20 V dan kuat
arus listrik 4 A. Berapakah hambatan pemanas tersebut?
Penyelesaian:
Diketahui:
V = 20 V
I = 4 A
Ditanya: R = ... ?
Jawab:
R = V/I
R = 20 V/4 A
R = 5 Ω
Contoh Soal 2
Apabila tegangan listrik pada suatu penghantar 20 volt, maka
arus yang mengalir ¾ ampere. Jika tegangan dinaikkan menjadi 42 volt, tentukan
kuat arusnya!
Penyelesaian:
Diketahui:
V1 = 20 V
I1 = ¾ A
V2 = 42 V
Ditanya: I2 = ... ?
Jawab:
Dalam hal ini besarnya R akan konstan (tetap), dengan
menggunkan rumus: R = V/I, maka:
R1 = R2
V1/I1 = V2/I2
20 V/ (¾) A = 42 V/ I2
I2 = (¾) A x 42 V /20 V
I2 = 1,575 A
Pemantulan
dan Pembentukan Bayangan Pada Cermin Cembung
Cermin cembung
mempunyai bagian-bagian yang terlihat seperti pada Gambar di bawah ini. P
adalah titik pusat kelengkungan cermin. O adalah titik potong sumbu utama
dengan cermin cembung. F adalah titik fokus cermin yang berada di tengah-tengah
antara titik P dan titik O. R adalah jari-jari kelengkungan cermin, yaitu jarak
dari titik P ke titik O dan f adalah jarak fokus cermin.
Cermin cembung memiliki sifat yang dapat
menyebarkan cahaya (divergen). Dengan demikian, jika terdapat berkas-berkas
cahaya sejajar mengenai permukaan cermin cembung, maka berkas-berkas cahaya
pantulnya akan disebarkan dari satu titik yang sama.
Jika bentuk cermin cekung merupakan bagian dalam
dari sebuah bola, maka bentuk cermin cembung adalah bagian luar bola.
Perhatikan skema bentuk cermin cembung pada Gambar di atas. Terlihat bahwa
cermin cembung merupakan kebalikan cermin cekung. Bagaimana pembentukan
bayangan oleh cermin cembung?
Seperti halnya cermin cekung, sebelum menggambarkan
pembentukan bayangan, perlu diketahui sinar-sinar istimewa yang dimiliki cermin
cembung. Sinar-sinar istimewa itu ditunjukkan pada Gambar di bawah ini, yaitu
sebagai berikut.
1.
Sinar datang
sejajar sumbu utama akan dipantulkan seolah-olah berasal dari titik fokus.
2.
Sinar datang
seolah-olah menuju titik fokus akan dipantulkan sejajar sumbu utama
3.
Sinar datang yang
menuju pusat kelengkungan cermin, akan dipantulkan seolah-olah berasal dari
pusat kelengkungan yang sama.
Dengan bantuan ketiga sinar istimewa untuk cermin
cembung di atas, dapat digambarkan pembentukan bayangan oleh cermin cembung.
Untuk membentuk bayangan sebuah benda yang terletak di depan cermin cembung,
kita cukup menggunakan 2 buah berkas sinar istimewa di atas. Bayangan benda
pada cermin cembung selalu berada antara titik O dan F. Perhatikan gambar
berikut!
Rumus Pada Cermin Cembung
Hubungan antara jarak fokus dan jari-jari
kelengkungan cermin cembung sama seperti hubungan antara jarak fokus dan
jari-jari kelengkungan cermin cembung yaitu
Keterangan:
f = jarak fokus
R = jari-jari kelengkungan cermin
Dengan menggunakan cara yang sama seperti mencari
rumus hubungan antara jarak fokus, jarak benda dan jarak bayangan pada cermin
cembung akan didapatkan persamaan yang sama, yaitu:
atau
Adapun pembesaran baynagn M didefinisikan sebagai
perbandingan antara besar (tinggi) bayanga dengan besar (tinggi benda). Secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut.
Perlu diingat
(penting)!
·
tanda jarak fokus pada cermin cembung adalah
negatif (-). Hal ini disebabkan letak titik fokus cermin cembung terletak
dibelakang cermin.
·
untuk benda nyata di depan cermin cembung, selalu
berbentuk bayangan maya. Jadi, nilai bayangan benda (s’) pada cermin cembung
bertanda negatif.
Contoh Soal Tentang Pemantulan Pada Cermin
Cembung
Sebuah cermin cembung memiliki jari-jari kelengkungan 30 cm.
Sebuah benda diletakkan pada jarak 30 cm di depan cermin. Hitunglah letak
bayangan benda, pembesaran bayangan, dan lukis jalannya sinar pada pembentukan
bayangan!
Jawab:
Diketahui:
s = 30 cm
R = -30 cm
Ditanyakan : s’, M, lukis pembentukan bayangan = ?
Penyelesaiannya:
Dengan menggunakan rumus yang diperoleh pada pembahasan di
atas maka
2/R = 1/s + 1/s’
2/-30 = 1/30 + 1/s’
1/s’ = -1/15 – 1/30
1/s’ = -2/30 – 1/30
1/s’ = -3/30
1/s’ = 1/-10
s’ = -10 cm
setelah jarak bayangan (s’) diperoleh maka pembesaran
bayangan dapat dicari dengan rumus:
M = |s’/s|
M = |-10 cm/30 cm|
M = 1/3
Jadi, letak bayangan benda 10 cm di belakang cermin dan
pembesaran bayangan benda adalah 1/3 kali, sedangkan sketsa pembentuk
bayangannyanya adalah sebagai berikut
Berdasarkan lukisan bayangan benda maka sifat bayangan benda
adalah maya, tegak dan diperkecil.
Pengertian
dan Contoh Soal Indeks Bias
Indeks bias dapat
dipandang sebagai suatu kemampuan medium membiaskan (membelokan) arah rambat
cahaya. Jika cahaya bergerak dari vakum atau udara ke medium lainnya, indeks
biasnya disebut dengan indeks bias mutlak medium tersebut. Pada eksperimen
Snellius, nilai indeks bias yang didapat (n = 1,5) merupakan nilai indeks bias mutlak
kaca karena cahaya bergerak dari vakum udara ke kaca. Secara matematis indeks
bias mutlak suatu benda dapat dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan:
n = indeks bias mutlak
c = kecepatan cahaya di vakum/udara
v = kecepatan cahaya di suatu medium
Nilai indeks bias mutlak beberapa medium ditunjukan pada
tabel berikut ini.
Medium
|
n = c/v
|
Vakum
|
1,0000
|
Udara
|
1,0003
|
Air (20°C)
|
1,33
|
Etil Alkohol
|
1,36
|
Kaca Kuarsa
|
1,46
|
Kerona
|
1,52
|
Flinta
|
1,58
|
Kaca Plexi
|
1,51
|
Intan
|
2,42
|
Contoh Soal tentang Indeks Bias
Emat sedang melakukan eksperimen untuk menentukan kecepatan
cahaya di dalam etil alkohol. Ia melepaskan seberkas cahaya pada permukaan
cairan etil alkohol. Jika indeks bias mutlak etil alkohol (n = 1,36) dan
kecepatan cahaya di udara 3 x 108 m/s, berapakah cepat rambat
cahaya di dalam etil alkohol tersebut?
Penyelesaian:
Diketahui:
n = 1,36
c = 3 x 108 m/s
Ditanyakan: v = ?
Jawab:
n = c/v
v = c/n
v = 3 x 108/1,36
v = 2,2 x 108 m/s
Jadi, cepat rambat cahaya di dalam etil alkohol adalah
sebesar 2,2 x 108 m/s
Sudut
Deviasi Minimum Pada Pembiasan Prisma
Setiap sinar yang datang pada prisma akan mengalami
deviasi yang menghasilkan sudut deviasitertentu. Salah satu sinar datang tertentu
pasti akan menghasilkan sudut deviasi minimum. Kapan kondisi khusu ini terjadi
pada pembiasan prisma?
Berdasarkan hasil pembuktian, deviasi minimum dapat terjadi
pada saat sudut datang pertama sama dengan sudut bias kedua (i1 = r2 ). Besarnya sudut deviasi minimum sebuah prisma
dapat dicari sebagai berikut. Oleh karena i1 = r2 maka i1 = r1 sehinga
β = r1 + r1 =2 r1
r1 = β/2
Pada persamaan sebelumnya (pada pembahasan pembiasan dan
sudut deviasi prisma) diketahui bahwa:
σ = (i1 + r2) – β
maka deviasi minimum (δm) dapat dicari dengan
persamaan:
δm = (i1 +r2)– β Nilai r2 = i1 dimasukan ke dalam persamaan δm = (i1+ r2) – β maka menjadi:
δm = (i1 + r2) – β
δm = (i1 + i1) – β
δm = 2i1– β
i1 = (δm + β)/2
Berdasarkan hukum pembiasan Snellius maka akan berlaku
pesamaan:
sin i1/ sin r1 = n2/n1
sin i1/ sin r1 = n1,2
atau
n1,2 =
sin i1/ sin r1
Persamaan r1 = β/2 dan persamaan i1 = (δm + β)/2disubstitusikan ke persamaaan n1,2 =
sin i1/ sin r1maka diperoleh:
n1,2 = sin i1/ sin r1
n1,2 = (sin (δm + β)/2)/ sin (β/2)
Jika β kecil
maka sin (β/2)
= β/2 sehingga:
(δm + β)/2 = n1,2 (β/2)
δm + β= n1,2 β
δm = n1,2 β – β
δm = (n1,2 –
1)β
Keterangan:
δm = sudut deviasi minimum
n1,2 = indeks bias relatif medium 2 terhadap medium 1
β = sudut pembias prisma
Contoh Soal Tentang Sudut Deviasi Minimum Pada Pembiasan
Prisma
Sebuah prisma yang terbuat dari kaca (n = 1,5) yang memiliki
sudut pembias 60° diletakkan dalam medium air (n = 1,33). Jika seberkas sinar datang
dari air memasuki prisma, berapakah sudut deviasi minimum pada pembiasan prisma
tersebut?
Jawab:
Diketahui:
nair = 1,33
nkaca = 1,5
β = 60°
Ditanyakan: δm =
?
Sebelum mencari sudut deviasi minimum pada prisma tersebut,
terlebih dahulu mencari besarnyaindeks bias relatif medium kaca terhadap medium
air (nair,kaca) yaitu:
nair,kaca = nkaca/nair
nair,kaca = 1,5/1,33
nair,kaca = 1,15
Setelah indeks bias relatif medium kaca terhadap medium
air diketahui maka sudut deviasi minimum dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
δm = (n1,2 – 1)β
δm = (1,15– 1) 60°
δm = 7,8°
Jadi sudut deviasi minimum prisma yang memiliki sudut pembias
60° adalah 7,8°.
Sudut
Kritis dan Pemantulan Sempurna
Mengapa berlian tampak berkilauan ketika cahaya jatuh pada
permukaannnya? Mengapa pada saat terik matahari jalan raya beraspal tampak
seperti tergenang air? Pada kedua gejala Fisika tersebut, cahaya mengalami
pemantulan sempurna. Bagaimanapemantulan sempurna itu terjadi?
Pemantulan sempurna sudah dibahas secara singkat
pada postingan sebelumnya yang berjudul “Pematulan Sempurna”, pembahasan kali ini akan membahas
materi yang sama yaitu pemantulan sempurna juga, hanya saja pada pembahasan
kali ini akan dijelaskan secara mendetail juga disertai dengan contohnya.
Silahkan lihat gambar berikut ini.
Gambar di atas menunjukan cahaya bergerak dari
medium lebih rapat (kaca) ke medium kurang rapat (udara), atau dari medium yang
memiliki indeks bias lebih besar ke medium yang indeks biasnya lebih kecil.
Menurut konsekwensi dari hukum Snellius, jika cahaya bergerak dari medium lebih
rapat ke medium kurang rapat maka cahaya tersebut akan dibiaskan menjauhi garis
normal.
Ketika cahaya datang dengan sudut datang nol, maka
sudut biasnya juga nol, seperti ditunjukan oleh sinar 1. Kemudian, pada saat
sudut datang diperbesar (sinar 2, sinar 3, dan sinar 4), sudut bias pun
bertambah besar atau semakin menjauhi garis normal. Pada saat sinar datang
dengan sudut datang tertentu (seperti gambar di atas pada sinar 5) cahaya akan
dibiaskan 90° terhadap garis normal sehingga sinar biasnya sejajar dengan
permukaan bidang batas medium (kaca-udara). Pada keadaan seperti ini, sudut
sinar datang disebut sudut kritis.
Dengan kata lain, sudut kritis adalah saat sudut
datang ketika sinar datang dibiaskan dengan sudut bias 90°. Jika sudut datang
diperbesar lagi melebihi sudut kirits, cahaya tidak akan dibiaskan melainkan
akan dipatulkan sempurna. Artinya, cahaya tidak akan keluar dari medium kaca,
seperti yang ditunjukan pada gambar di atas pada sinar 6. Peritiwa inilah yang
disebut pemantulan sempurna.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pemantulan sempurna hanya terjadi jika memenuhi dua syarat berikut.
1.
Cahaya datang dari
medium lebih rapat ke medium kurang rapat
2.
Sudut datang lebih
besar daripada sudut kritis.
Prinsip pemantulan sempurna dimanfaatkan dalam
teknologi komunikasi, yakni pada serat optik (fiber optic), seperti pada
gambar di bawah ini. Serat optik adalah suatu serat halus terbuat dari plastik
atau kaca yang digunakan untuk menyalurkan cahaya atau gelombang
elektromagnetik. Serat optik terdiri atas bagian inti dan bagian luar sebagai
pembungkusnya. Bagian inti terbuat dari kaca yang memiliki indeks bias tinggi
dan berkualitas baik. Indeks bias yang tinggi akan mengakibatkan sudut kritis
kecil sehingga sinar datang dengan sudut datang yang tidak terlalu besar akan
mengalami pemantulan sempurna.
Bagian luar yang merupakan pembungkus,
terbuat dari plastik atau material lain yang berfungsi melindungi bagian inti.
Oleh karena cahaya atau gelombang elektromagnetik yang masuk ke dalam serat
optik mengalami pemantulan sempurna, pada saat keluar dari serat optik, energi
cahaya tidak banyak yang hilang. Berdasarkan hal itu jika yang dikirim adalah
sinyal-sinyal komunikasi dalam bentuk gelombang cahaya, pada saat diterima di
tempat tujuan sinyal tersebut sampai secara utuh tanpa banyak kehilangan
energi. Berdasarkan pada proses terjadinya pemantulan sempurna, dapat ditentukan
pula besarnya sudut kritis untuk dua medium tertentu sebagai berikut. Pada saat
terjadi pemantulan sempurna, berlaku persamaan berikut.
sin i/sin r = n2/n1 dengan n1 < n2 dan r
=90° sehingga
Keterangan:
ik =
sudut kritis
Contoh Soal Tentang Sudut Kritis
Hitunglah sudut kritis berlian yang memiliki indeks bias
mutlak 2,417 pada saat diletakan di udara.
Jawab:
Diketahui:
n2 = 1
n1 = 2,417
Ditanyakan: ik=?
Penyelsaiannya:
sin ik = n2 /n1
sin ik = 1/2,417
sin ik = 0,414
ik = 24,4°
Jadi, sudut kritis berlian adalah 24,4°
Hubungan
Cepat Rambat Cahaya Dengan Indeks Bias Medium
Perhatikan gambar di atas. Misalnya suatu gelombang
bidang PQ dilewatkan melalui medium 1 ke medium 2 yang lebih rapat. Setelah
waktu tgelombang bidang PQ berada pada bidang SR.
sin φ1 = v1t/PR
PR = v1t/ sin φ1
dan
sin φ2 = v2t/PR
PR = v2t/ sin φ2
maka:
v1t/ sin φ1 = v2t/
sin φ2
sin φ1 /sin φ2 = v1t
/v2t
atau
Diketahui v = λf, dengan f = frekuensi dan
λ = panjang gelombang. Dengan demikian, nilai indeks bias dapat
diperoleh juga dari panjang gelombang.
Persamaan yang dihasilkan di atas memiliki makna
fisis, yaitu kecepatan cahaya dalam suatu medium berbanding terbalik dengan
nilai indeks biasnya. Maksudnya, jika indeks bias semakin besar, kecepatan
cahaya semakin kecil. Sebagai contoh, kecepatan cahaya dalam medium kaca lebih
kecil dibandingkan dengan kecepatan cahaya ketika merambat di dalam air.
Alasannya, indeks bias mutlak kaca lebih besar daripada indeks mutlak air.
Selain itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa ketika gelombang merambat dari suatu
medium ke medium yang lain yang indeks biasnya berbeda, panjang gelombang (λ)
dan besar kecepatan (v) gelombang tersebut berubah, namun frekuensi (f )
gelombang tersebut tidak berubah.
Sebagai konsekuensi dari hukum I Senllius ini, jika
sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat (n1 <
n2), maka sinar akan dibiaskan mendekati garis normal dan jika sinar
datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat (n1 >
n2), maka sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal, seperti gambar
berikut ini.
Contoh Soal Tentang Hubungan Cepat Rambat Cahaya Dengan Indeks
Bias Medium
Soal 1
Dalam sebuah eksperimen untuk menentukan kecepatan cahaya di
dalam air, seseorang siswa melewatkan seberkas cahaya ke dalam air dengan sudut
datang 30°. Kemudian, siswa tersebut mencatat sudut bias yang terjadi di dalam
air, ternyata besarnya 22°. Jika kecepatan cahaya di udara 3 x 108m/s,
tentukan kecepatan cahaya di dalam air?
Penyelesaian:
Diketahui:
i = 30°
r = 22°
c = 3 x 108 m/s
Ditanyakan: vair = ?
Jawab:
vair Sin i = c sin r
vair = c sin r /
Sin i
vair = (3 x 108 m/s) sin 22° / Sin 30°
vair = (3 x 108 m/s) (0,37) / 0,5
vair = 2,2 x 108 m/s
Jadi kecepatan cahaya di dalam air adalah 2,2 x 108m/s
Soal 1
Seekor ikan berada di dasar kolam yang dalamnya 4 m (nair =
4/3) seperti tampak gambar di bawah ini. Pada kedalaman berapakah letak ikan di
dasar kolam tersebut terleihat oleh pengamat dari permukaan air jika:
a. ikan dilihat pengamat secara tegak lurus
b. sudut antara mata dengan garis normal sebesar 30°.
Penyelesaian:
Diketahui:
d = 4 m
nair = 4/3
Ditanyakan:
a. d’ jika i = 0° ?
b. d’ jika i = 30° ?
Jawab:
Perhatikan gambar berikut ini
a. jika pengamat melihat ikan secara tegak lurus, akan
memenuhi persamaan:
tan r = sin r dan tan i = sin i.
Sinar datang dari ikan sehingga:
tan i/tan r = sin r/sin i = d’/d atau
nud/nair = d’/d
maka kedalaman ikan yang terlihat diperoleh, yaitu:
1/(4/3) = d’/4 m
¾ = d’/4 m
d’ = 3 m
Jadi, kedalaman semu ikan yang terlihat oleh pengamat secara
tegak lurus adalah 3 meter.
b. kedalaman ikan untuk sudut antara mata pengamat dan garis
normal r = 30° adalah
sin i/sin r = nud/nair
sin i/sin 30° = 1/(4/3)
sin i/ ½ = ¾
sin i= 0,75 x 0,5
sin i= 0,375
i= 22,02°, sehingga:
tan i/tan r = d’/d
tan 22,02°/tan 30° = d’/4 m
d’ = 2,8 m
Jadi, kedalaman semu ikan yang dilihat oleh pengamat dengan
sudut 30° adalah 2,8 m
Pembiasan
dan Pergeseran Sinar pada Kaca Planparalel
Pada Materi SMP kelas VIII semester 2 (genap)sudah dibahas
mengenai pembiasaan pada kaca plaparalel. Pada pembahasan tersebut
hanya membahas tentang sudut bias yang dihasilkan oleh kaca planparalel. Pada
kesempatan ini akan membahas lebih lanjut tentang pembiasan pada kaca
plaparalel yaitu tentang besarnya pergesaran sinar pada kaca planparalel.
Kaca planparalel adalah sekeping kaca yang kedua
sisi panjangnya dibuat sejajar. Kaca planparalel dapat digunakan untuk
mengamati jalannya sinar yang mengalami pembiasan dan untuk menentukan indeks
bias kaca tersebut.
Sinar datang dari udara melewati kaca setebal dcm,
kemudian menuju medium udara kembali. Pada proses tersebut, tampak pada gambar
di atas, sinar mengalami pergeseran dari arah sinar semula. Besarnya pergeseran
sinar tersebut dapat dihitung sebagai berikut. Perhatikan ΔAOB.
sin (i1 – r1)
= AB/OB = t/OB, jadi:
Berdasarkan ΔOBD, diperoleh
cos r1 = OD/OB = d/OB, maka:
Berdasarkan
persamaan OB diperoleh:
sehingga
pergeseran sinar (t) adalah
Keterangan:
i1 = sudut datang
r1 = sudut bias
d = tebal kaca plan paralel
t = besar pergeseran sinar
Contoh Soal
tentang Pergesaran Sinar pada Kaca Planparalel
Seberkas sinar laser yang jatuh pada permukaan kaca plan
paralel membentuk sudut datang sebesar 45°. Jika tebal kaca plan paralel 15 cm
dan sudut bias 20°, tentukan besar pergeseran yang dialami oleh sinar laser
tersebut.
Jawab:
Diketahui:
i1 = 45°
r1 = 20°
d = 15 cm
Ditanyakan: t = ?
Jawab:
t = d sin (i1 - r1)/cos r1
t = 15 cm sin (45° - 20°)/cos 20°
t = 15 cm (0,42)/0,94
t = 6,7 cm
Jadi, ketika melewati kaca plan paralel, sinar mengalami
pergeseran sebesar 6,7 cm dari arah semula.
SOAL LATIHAN
1. Berapakah hambatan seutas kawat aluminium (hambatan
jenis 2,65 × 10-8Ω .m) yang memiliki panjang 40 m dan diameter 4,2
mm?
2. Seutas kawat nikrom yang panjangnya 3 meter
memiliki hambatan 20 ohm. Kawat nikrom kedua panjangnya sama, tetapi
diamaternya ½ kali diameter kawat pertama. Berapakah hambatan kawat yang kedua?
3. soal
Berapakah besarnya kuat arus yang mengalir pada
suatu rangkaian jika hasil pengukurannya seperti gambar di atas?
4. soal
Berapakah besarnya kuat arus yang mengalir pada
suatu rangkaian jika hasil pengukurannya seperti gambar di atas?
5. Soal
Tiga buah hambatan masing-masing sebesar 4 ohm, 3
ohm, dan 8 ohm, dirangkai secara seri. Jika dipasang tengangan 16 volt,
hitunglah kuat arus yang mengalir dan hitunglah beda potensialnya pada
masing-masing hambatan!
6. Soal kuat arus listrik
Arus listrik sebesar 5 A mengalir melalui seutas
kawat penghantar selama 1,5 menit. Hitunglah banyaknya muatan listrik yang
melalui kawat tersebut!
7. Soal Rangkaian dengan Dua Loop
Perhatikan rangkaian majemuk berikut ini!
Tentukan kuat arus yang mengalir dalam hambatan di
1Ω, 2,5Ω dan 6Ω serta tentukan juga besarnya beda potensial antara titik A dan
B.
8. Perhatikan gambar di bawah ini!
Hitunglah kuat arus pada masing-masing cabang dan
hitung juga beda potensial antara titik E dan F juga antara E dan C
9. Soal Rangkaian dengan Satu Loop
Perhatikan gambar di bawah ini!
Hitunglah kuat arus yang mengalir pada rangkaian
dan hitung juga tegangan yang mengalir pada BD (VBD)!
10. Soal
Kuat arus listrik
100 mA mengalir melalui suatu kawat penghantar. Berapakah besar muatan listrik
yang mengalir melalui penghantar tersebut selama 20 menit?
11. Kompor
listrik yang bertuliskan 500 W, 220 V digunakan untuk memanaskan 300 gram air
dari 10°C sampai 90°C. Jika kalor jenis air = 1 kal/gr°C, maka berapa lama
waktu yang diperlukan?
12. Sebuah alat ukur kuat arus listrik yang berhambatan 500 Ω
hanya dapat dilalui arus 0,1 A. Agar alat
tersebut dapat dilalui arus sebesar 0,6 A, berapakah besar hambatan yang harus
dipasang paralel dengan alat tersebut?
13. Perhatikan gambar di bawah ini! Dari gambar tersebut
diketahui:
I = 9 A
R1 = 5 Ω
R2 = 2 Ω
R3 = 3 Ω
Tentukan beda potensial yang dihubungkan pada rangkaian
tersebut dan hitung kuat arus yang mengalir pada masing-masing resistor!
14. Soal Tentang Jembatan Wheatstone
Perhatikan gambar di atas! Panjang kawat AC 80 cm dengan R =
120 Ω. Jarum galvanmeter menunjukan angka nol pada saat kontak dengan D yang
panjangnya 60 cm dari A. Tentukan besarnya Rx?
15. Soal Tentang Sumber Tegangan Dirangkai Seri
Empat buah baterai yang masing-masing ber-GGL 1,5 V dan
berhambatan dalam 1 Ω dirangkai dan dihubungkan dengan sebuah lampu yang
berhambatan 10 Ω. Berapa kuat arus listrik yang mengalir melalui rangkaian jika
baterai itu dirangkai secara seri.
16. Empat buah resistor masing-masing dengan hambatan 2Ω, 3Ω, 4Ω,
dan 5Ω disusun seri. Rangkaian tersebut dihubungkan sumber tegangan dengan ggl
18 V dan hambatan dalam 1,5 ohm. Hitunglah kuat arusnya!
17. Soal Tentang ggl Dirangkai Paralel
Dua buah baterai disusun secara paralel seperti gambar di
bawah ini.
Jika setiap baterai memiliki ggl 1,5 volt dan hambatan
dalamnya sebesar 2 Ω, kemudian ujung-ujung rangkaiannya dihubungkan dengan
lampu pijar yang memiliki hambatan yang besarnya 4 Ω, tentukan besarnya kuat
arus yang mengalir melalui lampu pijar dan besarnya tegangan jepit setiap
baterai!
18. Empat buah baterai yang masing-masing memiliki ggl 1,5 V dan
berhambatan dalam 1 Ω dirangkai dan dihubungkan dengan sebuah lampu yang
berhambatan 10 Ω. Berapa kuat arus listrik yang mengalir melalui rangkaian jika
baterai itu dirangkai secara paralel?
19. Sebuah pemanas listrik memiliki beda potensial 20 V dan kuat
arus listrik 4 A. Berapakah hambatan pemanas tersebut?
20. Apabila tegangan listrik pada suatu penghantar 20 volt, maka
arus yang mengalir ¾ ampere. Jika tegangan dinaikkan menjadi 42 volt, tentukan
kuat arusnya!
21. Soal Tentang Pemantulan Pada Cermin Cembung
Sebuah cermin cembung memiliki jari-jari kelengkungan 30 cm.
Sebuah benda diletakkan pada jarak 30 cm di depan cermin. Hitunglah letak
bayangan benda, pembesaran bayangan, dan lukis jalannya sinar pada pembentukan
bayangan!
22. Soal tentang Indeks Bias
Emat sedang melakukan eksperimen untuk menentukan kecepatan
cahaya di dalam etil alkohol. Ia melepaskan seberkas cahaya pada permukaan
cairan etil alkohol. Jika indeks bias mutlak etil alkohol (n = 1,36) dan
kecepatan cahaya di udara 3 x 108 m/s, berapakah cepat rambat
cahaya di dalam etil alkohol tersebut?
23. Soal Tentang Sudut Deviasi Minimum Pada Pembiasan Prisma
Sebuah prisma yang terbuat dari kaca (n = 1,5) yang memiliki
sudut pembias 60° diletakkan dalam medium air (n = 1,33). Jika seberkas sinar
datang dari air memasuki prisma, berapakah sudut deviasi minimum pada pembiasan
prisma tersebut?
24. Soal Tentang Sudut Kritis
Hitunglah sudut kritis berlian yang memiliki indeks bias
mutlak 2,417 pada saat diletakan di udara.
25. Soal tentang Pergesaran Sinar pada Kaca
Planparalel
Seberkas sinar laser yang jatuh pada permukaan kaca plan
paralel membentuk sudut datang sebesar 45°. Jika tebal kaca plan paralel 15 cm
dan sudut bias 20°, tentukan besar pergeseran yang dialami oleh sinar laser
tersebut.
26. Soal Tentang Hubungan Cepat Rambat Cahaya Dengan Indeks Bias
Medium
Soal 1
Dalam sebuah eksperimen untuk menentukan kecepatan cahaya di
dalam air, seseorang siswa melewatkan seberkas cahaya ke dalam air dengan sudut
datang 30°. Kemudian, siswa tersebut mencatat sudut bias yang terjadi di dalam
air, ternyata besarnya 22°. Jika kecepatan cahaya di udara 3 x 108m/s,
tentukan kecepatan cahaya di dalam air?
27. Seekor ikan berada di dasar kolam yang dalamnya 4 m (nair =
4/3) seperti tampak gambar di bawah ini. Pada kedalaman berapakah letak ikan di
dasar kolam tersebut terleihat oleh pengamat dari permukaan air jika:
a. ikan dilihat pengamat secara tegak lurus
b. sudut antara mata dengan garis normal sebesar 30°.